Cintailah Jalanmu


cintailah jalanmu Setiap pahlawan tentu mempunyai jalan yang berbeda, begitu pula berbedanya apa yang harus didalalui olehnya, tapi perbedaan ini menjadi nutrisi-nutrisi jiwa yang akan kelak didibutuhkan orang utuk kembali berkaca atas apa yang mereka lakukan sekarang. Para pembesar jiwa itu tidak pernah mengeluhkan kenapa dia harus menapaki jalan-Nya, mereka selalu bergegap gempita dalam arus jalan yang mereka tempuh, tak ada kata menyerah terhadap ujian yang ada dijalannya.

mereka begitu  menikmati jalan yang mereka tempuh walau, onak duri selalu menusuk kaki-kaki mereka, Duri itu seolah ingin mengatakan kepadanya    ” berhentilah agar kamu tidak lagi terluka “,   dengan harapan mereka berhenti melangkahkan kaki mereka dalam menempuh jalan yang mereka lalui, tapi tekad baja mereka, niat suci mereka, usaha keras mereka dan perjuangan besar mereka, mampu mengalahkan duri-duri raksasa yang mencabit mereka. lihatlah para pembesar ketauladanan ini, mungkin kalau kita melihat jalan mereka adalah jalan yang menjemukan, melelahkan, menyusahkan dan menderita, jika dibanding seperti kebanyakan orang.

Tetapi kita salah, menilai apa yang kita lihat, jika kita mampu membedah hati mereka, kita akan menemukan pancaran kebahagian yang besar menyelimuti hati mereka, ketenangan, kakuatan dan kehormatan yang besar. karna apa yang mereka dapatkan bukan dari yang diberikan oleh manusia kepadanya, akan tetapi yang mereka dapatkan adalah pemberian dari Pencipta manusia.

lihatlah segelintir jalan-jalan orang yang dimuliakan oleh Allah ini.

Terik matahari memanggang tubuhnya. Diatas pasir dengan mata yang silau menatap langit. Setumpuk batu menindih dadanya membuatnya sulit bernafas lega. “ahad.. ahad..” itulah yang dia katakan. Kedamaian hati meneguh langkah. Tiada bergeming ia atas fisik yang terus disiksa.

Lain pula yang lain. kekayaan, harta yang melimpah, pakaian yang mahal harganya. Terkenal pula dengan parfumnya. Sedemikan singkat waktu hingga semua menjadi sirna. Pakaian yang lusuh, tidak ada lagi parfum. Hingga Rasulullah menetes air matanya menatapnya. Sebuah konsekuensi dari pilihannya. Ia bahagia dalam resah pandangan orang lain.

Ada yang terus bergelimang emas permata. Semua orang menghormatinya. Ialah tokoh yang dermawan. Saat tiba waktunya maka semua hartanya ia keluarkan. Maka Sang Junjungan pun bertanya perihal simpanannya untuk keluarganya, ia hanya menjawab “Cukup Allah saja bagiku..”

Pernah juga terdengar. Posisinya paling tinggi dalam “kasta” sosial. Semua masyarakat tunduk padanya. Semua pasukan taat mendengarkannya. Namun naas, Ia mati dalam usia muda kepemimpinannya. Terdapatlah kisah, dibalik posisi kehormatannya, seorang rakyat pernah batal meminta jatah zakatnya karena baginya “orang terhotmat” inilah yang lebih pantas menerima zakatnya. Khidmatnya atas rakyat, menyiksa dirinya. Ya, mati muda!

mungkin mereka terlalu jauh dalam pusaran masa lalu waktu.

Tapi masih kita jumpai mereka yang baru belajar, kini. Yang meniti jalannya.

Sejenak kita membayangkan begitu bahagianya menjadi orang biasa saja. biasa dalam segala hal yang mayoritas. Saat sela waktu kita bersenang-senang, bersendau gurau. Saat tiba akhir pekan kita berlibur, menikmati indahnya dunia juga seperti yang lain.

Jatah waktu tidur bukan lagi seperti mereka yang “patuh” dengan dokter;sebagian. Yang mengatakan bahwa tidur minimal delapan jam sehari agar kondisi tubuh tetap fit.

Atau mungkin kita juga ingin tidak direpotkan dengan ikut memikirkan orang lain berlebihan. Toh, mengurusi diri sendiri saja belum beres.

Dan bisa jadi, tidak perlu menghemat jatah makan “enak” hanya demi biaya-biaya yang seharusnya tidak perlu kita tanggung. mengeluarkan biaya yang sepertinya tidak layak untuk disebut menyisihkan.

Itulah manusiawinya. Merdeka secara naluri. Berjalan bahkan berlari kapan dan dimana saja kita mau. Hingga akhirnya tiba pada satu titik yang seolah menjadi “penjara” bagi dunia kita yang terlalu luas. Setidaknya itu yang orang disekelilingmu berikan tanggapan. “hidupmu freak!” “terlalu kaku!” “kuno” atau mungkin “jumud” Engkau terpaksa mengorbankan dirimu. Siksaan-siksaan batin lewat ke-akuan yang terbelenggu oleh “bagaimana memang seharusnya diri”. Engkau ingin berteriak, rasanya semakin berat.

Saat tanggungan bersama menumpuk. lagi-lagi yang lain satu persatu menepi. tingggallah engkau beberapa saja. terus berjalan, sedikit melambat sepertinya. engkau tahan amarahmu, menyesakkan perasaanmu.

Lagi-lagi itulah konsekuensi. Itulah takdir kepahlawanan. Disaat semua berjalan-berlari terus mengejar haknya. Maka sebagian orang harus rela menanggung kewajibannya. Banyak yang meminta cahaya, tapi hanya sedikit yang ingin menjadi lampu.

Kelelahan, kejenuhan, berat menanggung beban. Tidak perlu dipoles karena memang begitulah adanya. Luka pada tubuh tidak perlu ditanyakan karena ia pasti perih.

Lantas kemana ini semua berujung? Cukuplah janji-Nya yang menenangkan, cukuplah ketaatan yang menentramkan. Engkau yakini ini untuk-Nya, berbahagialah atasnya. Setiap keluh kesah himpitan sesak “siksaan” inilah ujian cinta yang sebenarnya. Seperti itulah Bilal bin rabah, Mus’ab bin Umair, Abu Bakar ra, dan Umar bin Abdul aziz.

mereka semua mencintai jalannya sendiri-sendiri, tidak pernah terucap perkataan iri kepada saudara mereka yang sedang bergelimpangan nikmat, waktu yang sangat luang, beristirahat di rumah dan lain sebagainya. mereka meniti jalan mereka sendiri hingga akhir raga menjemputnya, walaupun mereka harus menderita dan begitu banyak berkorban, mereka tetap mencintai jalannya, mereka tidak meninggalkan jalannya walapun mereka bisa dan boleh. tetapi itulah mereka, mereka tetap mimilih bertahan atas jalan kebaikan ini, mereka rela menanggung amanah orang lain dan berusaha menunaikan amanah dengan baik.

maka jalan kebaikan apa yang sekarang kita tempuh maka, bertahanlah… dan CINTAILAH JALANMU. Hingga ukiran kebakanmu mengisi lukisan jalan orang yang sedang mencari jati diri mereka. hingga warna jalanmu ditiru di masa kelak. hingga kebaikan jalanmu diteruskan oleh mereka. hingga kenikmatan jalanmu mampu terhantar kepada penerusmu kelak.

jika kita sekarang sedang memegang amanah kebaikan, atau sedang mengajarkan kebaikan atau sedang menyebarkan kebaikan atau sedang belajar kebaika atau sedang dicoba dalam kebaikan

maka CINAILAH JALANMU ……………………..
“Jika Allah menginginkan kebaikan untuk seorang hamba maka dia akan mempekerjakan/menggunakannya”, beliau ditanya, “Bagaimana Allah akan mempekerjakannya, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”, beliau menjawab: “Allah akan memberinya petunjuk untuk beramal shalih sebelum meninggal”. Karenanya. Cintailah jalanmu karena Allah sedang menuntunmu berjalan kepada-Nya.

About qolbussalam

perjuangan adalah seni kehidupan

Posted on 26/10/2013, in Dakwah and tagged , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment